Firman Tuhan Yang Manis
Tanpa terduga seorang teman menawarkan restoran milik mamanya untuk dijaga selama sebulan. Sebuah restoran chinesse food yang menempati 2 unit ruko di pusat kota Denpasar. Restoran yang sudah lebih dari 30 tahun berdiri ini terkenal dengan sajian mie keriting ayamnya yang lezat dan menu masakan Chinesse Food lainnya tak kalah mengundang selera. Sebagai penjaga dan "bos sementara", tentu saja memiliki kewenangan untuk menikmati seluruh menu yang ada.
Di tengah kesempatan menikmati menu makanan yang lezat ini, apakah makanan yang disajikan bisa dirasakan kelezatannya?
Ternyata kelezatan makanan itu hanya bisa dinikmati dengan cara tertentu. Jika dihadapan kita saat ini tersaji makanan yang kita anggap enak dan nikmat, kemudian kita diminta memakannya dengan cepat, apakah kita tetap merasakan nikmatnya makanan itu? Apakah kita bisa menikmati manisnya es buah? Apakah kita akan merasakan gurihnya ayam goreng dan pedasnya sambal bawang?
Makanan yang terlalu cepat kita makan, akan berkurang kenikmatannya. Berbeda jika kita menikmatinya dengan perlahan-lahan. Makanan kita ambil sedikit, lalu secara perlahan kita kunyah di mulut, kelezatan makanan itu benar-benar akan kita rasakan.
Hal yang sama juga akan kita rasakan saat menikmati Firman Tuhan. Dalam banyak kesempatan, mungkin kita tidak dapat merasakan “manisnya” Firman itu di dalam kehidupan kita. Untuk itu, mari kita mencoba merenungkannya, apakah selama ini kita terlalu tergesa-gesa dalam bersaat teduh? Apakah kita seringkali terburu-buru hingga waktu saat teduhpun juga dilakukan sekilas semata?
Pemazmur memberikan kesaksian bahwa Firman Tuhan itu terasa manis seperti tetesan madu di mulutnya ( Maz 119:103). Bagi pemazmur, Firman Tuhan memberikan hikmat dan pertolongan ( ay 98-100), serta menjauhkan dari kejahatan ( ay. 101). Pengalaman pemazmur dengan Firman Tuhan ini bukan secara kebetulan terjadi begitu saja, namun pemazmur memiliki sebuah kerinduan yang besar untuk dapat enikmati Firman Tuhan. Ia selalu meluangkan waktu untuk merenungkan Firman Tuhan, bukan hanya di waktu-waktu tertentu semata, namun dilakukan dalam sepanjang aktivitas keseharian.
Seperti sistem pencernakan kita yang akan mengecap rasa dan menyalurkan gizi dari makanan secara perlahan, maka Firman Tuhan yang dinikmati dan dicerna secara perlahan dan dalam keseharian hidup akan memberikan kekuatan yang membangun pikiran, perasaan, kehendak dan tindakan kita.
Daripada membaca Firman Tuhan dengan tergesa-gesa, lebih baik jika kita melakukannya pada waktu dan tempat di mana kita benar-benar bersekutu dengan Allah.
Posting Komentar