Kekuatan dalam Kelemahan
Daftar Isi
Aku bergegas berjalan sepanjang rumah sakit itu. Lorong yang rasanya terlalu panjang untuk aku lewati. Rasa lelah dan kantuk setelah melakukan perjalanan bis Yogya-Surabaya tidak aku hiraukan. Aku ingin segera melihat ibuku…
Sore itu sebenarnya sangat indah. Matahari baru saja terbenam dan perlahan-lahan malampun menjelang.Terdengar olehku sayup-sayup suara azan Magrib bergema. Kulihat beberapa orang di sepanjang lorong segera berbuka puasa. Mensyukuri atas segala berkat dan kekuatan Tuhan sepanjang hari itu.
Tiba di depan kamar itu, hatiku makin berdebar. Ku buka perlahan pintu kamar, kakakku tersenyum dan menyalamiku.
“ Tenanglah, ibu baru saja tertidur”.
Mataku tertuju di tempat tidur. Aku tidak percaya melihatnya. Ibu yang aku kenal selama ini adalah seorang wanita perkasa. Beliau tidak pernah mengeluh beratnya beban hidup di depan anak-anaknya. Sekarang beliau terbaring tak berdaya. Serangan stroke telah membuat dirinya tak berdaya. Bermacam-macam selang terhubung menuju tubuhnya yang lemah.
Aku tertunduk, ingin rasanya memeluk dan berkata kepadanya, “Aku menyayangimu”.
Waktu berjalan begitu lambat. Aku hanya bisa duduk dan menatap wajahnya.
Wajah itu begitu tenang dan damai, tidak tampak penderitaan terpancar di wajahnya.
Perlahan matanya terbuka. Aku memandangnya dan ia memandangku.
“Ibu…”, sapaku
Kulihat ia berusaha menjawab, namun tak sepatah kata yang terdengar jelas di telingaku.
Kulihat air matanya mengalir..
Kupeluk dan kucium wajahnya..
Aku terus bicara padanya, mencoba menemaninya..
Matanya terus mengeluarkan air mata..
“ Sudahlah, biarkan Ibu beristirahat. Emosi bisa memacu tekanan darahnya yang masih tinggi”. Kakakku menggandeng aku dan kemudian duduk di kursi yang tersedia di kamar perawatan itu.
Malam makin larut, tiba tiba kudengar suara ibu..
Apa beliau mengerang kesakitan?
Aku bergegas menghampiri…
Namun sepertinya aku mengenali suara itu. Suara itu adalah nada-nada sebuah lagu. Lagu yang sering dinyanyikan ibu ketika bersamaku…
Gusti nuntun lampah kula, saklangkung gen kula begja
Tenga pundi, purug mami, tansah kula dipun kanthi
Duh Gusti kang nganthi mami, astanya piyambak kang nganthi.
Sun nderek teng pundi-pundi wit kinanthi dening Gusti
( Tuhan menuntun hidupku, betapa beruntungnya diriku
Dimanapun aku berada dan kemana aku pergi, aku selalu disertai
Tuhan selalu menyertaiku, tanganNya sendiri yang menuntunku
Aku akan selalu ikut bersamaNya, karena Tuhan selalu menyertaiku)
Mataku berkaca-kaca. Rasanya tak tahu harus bagaimana.
Beliau sedang terbaring lemah dan tak berdaya.
Namun bukan berarti beliau tidak bisa berbuat apa-apa.
Kepasarahannya akan pemeliharaan Tuhan telah membuat beliau kuat.
Jauh lebih kuat dari sebelumnya..
Beliau masih bisa menguatkan aku..
Mengajarkan kepadaku
Bahwa satu-satunya kekuatan dalam kelemahan ada dalam gengaman TanganNya..
Ketenangan dan kekuatan tumbuh bukan pada saat berkatNya melimpah..
Ketenangan dan kekuatan tumbuh ketika mengetahui tempat bersandar dalam ketidakberdayaan…
Posting Komentar